Rabu, 14 Januari 2015

Desa Fotokopi

Kalau coba dihitung-hitung, jasa fotokopi mungkin adalah yang paling banyak berjasa bagi kita. Apalagi ketika dulu, mesin fotokopi belum semudah sekarang didapatkan. Dan meskipun sekarang sudah banyak printer yang digabung dengan fotokopi atau alat fotokopi sederhana lainnya, tetap saja untuk urusan fotokopi dengan banyak kertas, laporan, tugas, makalah, materi, dan sebagainya, kita tetap datang ke kios-kios jasa fotokopi.


Rupanya, ada yang unik dibalik jasa fotokopi ini. Di Sumatra Barat, Kabupaten Tanah Datar, terdapat sebuah desa bernama desa Atar. Di desa ini, orang-orang sulit mendapatkan pekerjaan bertani seperti di desa lainnya, karena kondisinya yang berada di perbukitan, hingga akhirnya seseorang memelopori usaha jasa fotokopi. Hal tersebut kemudian berkembang dan diikuti oleh tetangga-tetangganya, hingga sebagian besar masyarakat desa Atar menjadi pengusaha jasa fotokopi dan merantau ke seluruh penjuru Indonesia.


Kini mereka menjadi lebih sejahtera karena fotokopi. Tidak hanya sekedar membuka jasa fotokopi, masyarakat desa Atar banyak yang telah menjadi supplier dan importir mesin fotokopi. Ketika musim lebaran, banyak mobil berjajar di jalan-jalan desa Atar, membuktikan kesuksesan mereka karena fotokopi. Tentu yang paling berjasa adalah si penggagas, sayangnya belum diketahui hingga sekarang, siapa sosok tersebut. Yang jelas, sosok tersebut adalah pahlawan roda perekonomian bagi desa Atar.


Sebagai ungkapan syukur, warga desa Atar atau yang kini lebih kondang disebut desa Fotokopi tersebut berbondong-bondong membangun sebuah tugu dengan bentuk fotokopi di ujung atasnya sebagai simbol perjuangan mereka. Mungkin bila Anda berkunjung di sekitar daerah desa Atar ini, Anda bisa menyempatkan diri menengok Tugu Fotokopi yang memiliki sejarah unik ini.



Sabtu, 10 Januari 2015

Cerita Borobudur Tentang Jamu

Hari ini saya mendapat informasi menarik mengenai jamu. Saya yakin Anda pun pasti setuju bahwa jamu adalah warisan otentik, murni dari Indonesia. Tapi pernahkah Anda bertanya, apa buktinya bahwa jamu itu benar-benar dari Indonesia? Saya akan mencoba menjawab pertanyaan Anda.


Tentu Anda mengetahui candi Borobudur bukan? Mungkin banyak dari Anda bahkan sudah pernah menginjakkan kaki di candi terbesar di Indonesia yang pernah masuk nominasi tujuh keajaiban dunia itu. Lalu apa hubungannya dengan jamu? Fakta bahwa Borobudur adalah candi terbesar di Indonesia atau mungkin dunia tentu sudah biasa kita dengar, namun fakta bahwa di antara sekian banyak relief terdapat relief tentang jamu, pasti belum banyak yang tahu.


Seperti tulisan saya di atas, relief tentang jamu benar-benar ada di candi Borobudur. Relief Karmawibhangga panil 18 menggambarkan seorang laki-laki mendapat perawatan beberapa wanita, ada yang memijat kepalanya, memegang tangan dan kakinya. Orang-orang di sekitarnya tampak bersedih. Sedangkan pada panil 19 yang letaknya di dinding dasar candi bagian tenggara, terdapat relief yang menunjukkan adegan beberapa orang yang sedang memberikan pertolongan pada seorang laki-laki yang sedang sakit. Ada yang memijat kepalanya, menggosok perut serta dadanya, juga ada seseorang yang menumbuk jamu dan membawa obat. Di sampingnya terdapat adegan yang memperlihatkan suasana bersyukur atas kesembuhan seseorang.


Mungkin Anda juga menjadi penasaran mengapa kita menyebut 'jamu' dan bagaimana sejarahnya. Berikut hasil penelusuran saya. Menurut ahli bahasa Jawa Kuno, istilah “jamu” berasal dari singkatan dua kata bahasa Jawa Kuno yaitu “Djampi” dan “Oesodo”. Djampi berarti penyembuhan yang menggunakan ramuan obat-obatan atau doa-doa dan ajian-ajian sedangkan Oesodo berarti kesehatan. Pada abad pertengahan (15-16 M), istilah oesodo jarang digunakan. Sebaliknya istilah jampi semakin populer di antara kalangan keraton. Kemudian sebutan “jamu” mulai diperkenalkan kepada publik oleh “dukun” atau tabib pengobat tradisional.


Ya, benar sekali, relief candi Borobudur inilah yang membuktikan bahwa jamu adalah asli dari Indonesia. Selain candi, banyak prasasti dan peninggalan sejarah lain yang menguatkan bukti ini. Tapi memang data prasasti tidak langsung menyebut tentang masalah kesehatan, melainkan hanya nama-nama profesi yang dapat dihubungkan dengan kesehatan. Dari data prasasti yang dikeluarkan pada sekitar abad XIV–XV M, terdapat nama-nama yang berhubungan dengan profesi kesehatan. Prasasti tersebut yaitu prasasti Balawi, Sidoteka, Bendosari, Biluluk, dan Madhawapura. Jika Anda tertarik, Anda dapat mengunjungi laman ini http://ijemherbal.com/artikel-artikel-herbal/jenis-pengobatan-pada-relief-candi/


Adanya relief jamu tersebut, menjadi daya tarik tersendiri, salah satunya pada produk jamu raksasa PT Jamu Jago sebagai penyelenggara pemilihan Ratu Jamu Gendhong Indonesia. Grand final kontes tersebut pada tahun 2014 diselenggarakan di candi Borobudur, dan dihadiri para grand finalis sejumlah 22 orang dari kategori 18-35 tahun dan 37-55 tahun. Kontestasi yang bertujuan menggalakkan kembali budaya minum jamu terutama di kalangan generasi muda ini mendapatkan penghargaan Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) sebagai kegiatan unik yang belum pernah terjadi di Indonesia maupun dunia.


Makin percaya kan kalau leluhur kita luar biasa? 




Jumat, 02 Januari 2015

Ikan Anak Perempuan dan Rawa Gambut

Ada yang pernah mendengar nama ikan Anak Perempuan? Nama lokal ini diberikan pada ikan dengan nama latin Paedocypris progenetica, ikan terkecil di dunia yang berdomisili di rawa-rawa gambut Sumatra.


Kemarin sore, ayah saya mendapat kiriman majalah langganannya, dan beliau mulai larut dalam deretan huruf majalah berukuran seperempat kertas HVS A4 tersebut. Pagi tadi saya mencoba melirik majalah yang tergeletak tak bertuan di atas meja keluarga, dan saya menemukan informasi baru untuk menyapa tahun 2015 ini.


Artikel aslinya bertajuk "Ikan Terkecil di Dunia dari Sumatra", halaman 63, ditulis oleh M. Habib Asyhad. Ikan dengan panjang tubuh 8-10 mm ini sebenarnya belum memiliki nama lokal, bahkan ia belum memiliki nama padanan dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, hanya nama latin saja, yaitu Paedocypris progenetica. Genusnya Paideios yang berarti anak-anak, sementara Cypria berarti perempuan, maka dari itu, secara asal-asalan, kita bisa menyebutnya ikan Anak Perempuan.


Ikan mungil ini pernah mendapat predikat vertebrata terkecil di dunia, merujuk pada jurnal Proceeding terbitan The Royal Society (2006). Namun predikat tersebut hanya bertahan hingga Januari 2012, karena posisinya segera direbut oleh katak bernama Paedophryne amauensis asal Papua Nugini.


Paedocypris progenetica merupakan hewan asli dan endemik Sumatra dan Pulau Bintan. Habitatnya adalah rawa gambut. Berdasar penelitian, rawa gambut memang tempat yang cocok bagi spesies rendah dengan produktivitas rendah, dan hewan-hewan seperti itu tidak dapat tinggal di lain tempat. Rawa gambut adalah rumah bagi hewan endemik dengan karakter stenotopic yaitu hewan yang memiliki toleransi sangat kecil terhadap perubahan lingkungan.


Namun yang menyedihkan adalah belum banyak warga Indonesia yang mengetahui keberadaan ikan cantik ini. Ketidaktahuan ini menyebabkan si ikan kurang diperhatikan. Mengingat karakter stenotypic-nya dan ditambah dengan jumlah rawa gambut yang semakin berkurang, bukan tidak mungkin Paedocypris progenetica akan segera punah.

Dengan semakin canggihnya teknologi dan cepatnya informasi tersebar, semoga ikan ini bisa hidup dengan tenang ya.




sumber: Intisari edisi Januari 2015, terbitan KOMPAS GRAMEDIA. Artikel "Ikan Terkecil di Dunia dari Sumatra", halaman 63-69, ditulis oleh M. Habib Asyhad.