Mengenang bencana alam yang membuat Aceh meratap, Museum Tsunami Aceh didirikan di Banda Aceh sebagai monumen simbolis bencana tsunami tanggal 26 Desember 2004 silam.
Museum Tsunami Aceh dirancang oleh arsitek asal Indonesia, Ridwan
Kamil. Museum ini merupakan sebuah struktur empat lantai dengan luas
2.500 m² yang dinding lengkungnya ditutupi relief geometris. Di
dalamnya, pengunjung masuk melalui lorong sempit dan gelap di antara dua
dinding air yang tinggi — untuk menciptakan kembali suasana dan
kepanikan saat tsunami. Dinding museum dihiasi gambar orang-orang menari
Saman, sebuah makna simbolis terhadap kekuatan, disiplin, dan kepercayaan religius suku Aceh.
Dari atas, atapnya membentuk gelombang laut. Lantai dasarnya dirancang
mirip rumah panggung tradisional Aceh yang selamat dari terjangan
tsunami. Bangunan ini memperingati para korban, yang namanya dicantumkan di
dinding salah satu ruang terdalam museum, dan warga masyarakat yang
selamat dari bencana ini.
Selain perannya sebagai tugu peringatan bagi korban tewas dan pusat pendidikan, museum ini
juga berguna sebagai tempat perlindungan dari bencana semacam ini di
masa depan, termasuk "bukit pengungsian" bagi pengunjung jika tsunami
terjadi lagi.
Yuk, kita jalan-jalan ke dalamnya.
Begitu masuk di dalam, anda serasa memasuki lorong gelap gelombang
tsunami dengan ketinggian 40 meter dengan efek air jatuh. Hati-hati
dengan kepala anda, siapkan topi lebar agar rambut dan baju anda tidak
basah. Bagi yang takut gelap dan masih phobia dengan tsunami, tidak
disarankan untuk masuk dari jalur ini. Setelah melewati tempat ini,
puluhan standing screen menyajikan foto-foto pasca tsunami
berupa kerusakan dan kehancuran serta kematian, yang penuh dengan
gambar korban dan gambar pertolongan terhadap mereka.
Setelah dari ruangan ini, anda akan memasuki “Ruang Penentuan Nasib” atau “Fighting Room”, sering disebut juga The Light of God.
Ruangan ini berbentuk seperti cerobong semi-gelap dengan tulisan Allah
dibagian puncaknya. Hal ini merefleksikan perjuangan para korban
tsunami. Dimana, bagi mereka yang menyerah ketika tersekap gelombang
tsunami, maka nama mereka terpatri di dinding cerobong sebagai korban.
Sebaliknya, bagi mereka yang merasa masih ada harapan, terus berjuang
seraya mengharapkan belas kasih dari Yang Maha Menolong. Begitu mereka
yakin akan adanya pertolongan Allah, maka mereka seakan seperti
mendengar adanya panggilan ilahi dan terus berjuang hingga selamat
keluar dari gelombang tersebut.
Puji Tuhan, mereka akhirnya betul-betul bisa keluar dari gelombang
maut tersebut setelah berputar-putar melawan arus. Hal ini
direfleksikan dengan perjalanan memutar keluar dari cerobong tersebut
menuju Jembatan Harapan (Hope Bridge). Ketika mencapai jembatan ini, para survivor
melihat bendera 52 negara, seakan mereka mengulurkan bantuan untuk
mereka. Melalui jembatan ini, seperti melewati air tsunami menuju ke
tempat yang lebih tinggi. Di sini anda akan di sambut dengan pemutaran
film tsunami selama 15 menit dari gempa terjadi, saat tsunami terjadi
hingga saat pertolongan datang.
Keluar dari sini anda akan melihat banyak foto raksasa dan artefak
tsunami. Misalnya: jam berdiri besar yang mati saat waktu menunjukkan
pukul 8.17 menit atau foto jam Mesjid Raya Baiturrahman yang jatuh dan
mati juga pada saat tersebut. Artefak lainnya ialah miniatur-miniatur
tentang tsunami. Misal, orang-orang yang sedang menangkap ikan di laut
dan berlarian menyelamatkan diri saat gelombang melebihi tinggi pohon
kelapa menerjang mereka. atau bangunan-bangunan rumah yang
porak-poranda oleh gempa sebelum datang air bah “membersihkannya”. Naik ke lantai tiga, disana terdapat
bermacam-macam sarana pengetahuan gempa dan tsunami berbasis iptek.
Diantaranya sejarah dan potensi tsunami di seluruh titik bumi, simulasi
meletusnya gunung api di seluruh Indonesia, simulasi gempa yang bisa
disetel seberapa skala richtel yang kita mau dan kalau beruntung anda
juga bisa “ikut menikmati” simulasi 4D (empat dimensi) kejadian gempa
dan tsunami. Selain itu juga terdapat desain ideal rancangan tata ruang
bagi wilayah yang punya potensi tsunami. Akhirnya, di ujung kunjungan, anda bisa menikmati beberapa kue kering
khas Aceh seperti keukarah, ceupet kuet, gula u tarek dan lainnya di
Ruang Souvenir. Terdapat juga kaos-kaos dan souvenir khas Aceh seperti
rencong, bros rencong dan bros pinto aceh dan ada banyak lagi. Turun
ke bawah, anda bisa bersantai dipinggir kolam jembatan Harapan sambil
melihat ikan-ikan hias yang berenang ke sana kemari atau mengambil
beberapa moment foto di geladak museum. Bila beruntung, anda bisa
berfoto dengan para calon penganten yang sering melakukan foto
pra-wedding disini. Tapi bila terasa lapar dan ingin sholat dhuha,
tersedia cafe dan ruang musholla bagian bawah sebelah timur gedung. Bila
ingin ke kamar kecil, anda bisa menggunakan ruang bawah geladak,
setelah gerbang masuk. Akhirnya, semoga kunjungan anda membawa banyak
manfaat dan menambah pengetahuan baru yang bisa anda ceritakan sebagai
“oleh-oleh” ketika pulang nantinya.
Buat yang masih penasaran, bisa dicek di http://museumtsunami.blogspot.com/2013/02/konsep-museum-tsunami-aceh.html :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar